Selasa, 17 Maret 2015

Antara Ulama Dan Ahli Hadits


عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍوقَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الْأَعْمَشِ فَسَأَلَهُ عَنْ مَسْأَلَةٍ , وأَبُو حَنِيفَةَ جَالِسٌ , فَقَالَ الْأَعْمَشٌ: يَا نُعْمَانُ قُلْ فِيهَا فَأَجَابَهُ , فَقَالَ الْأَعْمَشُ: «مِنْ أَيْنَ قُلْتَ هَذَا؟» فَقَالَ: مِنْ حَدِيثِكَ الَّذِي حَدَّثْتَنَاهُ , قَالَ: «نَحْنُ صَيَادِلَةٌ وَأَنْتُمْ أَطِبَّاءُ»

Ubaidullah ibn ‘Amr berkata,”Ada seorang lelaki yang mendatangi Al-A’masy, lalu lelaki ini bertanya pada Al-A’masy mengenai suatu perkara, sedangkan tatkala itu Abu Hanifah sedang duduk (di dekat Al-A’masy -pen). 

Al-A’masy berkata, “Wahai Nukman, sampaikan pendapatmu mengenai masalah ini.” 

Kemudian Abu Hanifah pun menjawab pertanyaan tersebut. Al-A’masy bertanya pada Abu Hanifah, “Dari manakah sumber pendapatmu ini berasal?”, lalu Abu Hanifah menjawab, “dari hadits yang engkau sampaikan.” 

Al-A’masy kemudian berkata, “kami (ahlul hadits) adalah apoteker, sedangkan kalianlah (ahlul fiqh) yang menjadi dokternya”
 

(dinukil dari kitab, Al-Faqih wal Mutafaqqih, Juz II, hal.163, Al-Maktabah Asy-Syamilah)

Maksud perumpamaan apoteker dan dokter adalah: Ahlul hadits yang mencari, mengumpulkan, menghafal dan menyampaikan suatu hadits, namun para fuqaha (ahlul fiqh) lah yang bisa memahami hadits tersebut, lalu ber-istinbath (menggali dan menetapkan suatu hukum dari suatu dalil) dengan hadits tersebut. 

Sebagaimana pekerjaan apoteker yang mempelajari disiplin ilmu tentang obat-obatan, mengetahui secara detail hal ihwal suatu obat, mengumpulkan bahan obat-obatan kemudian meraciknyadengan takaran yang tepat sesuai dengan resep yang diberikan dokter, dan dokter lah yang memilih dan membuat resep obat apakah yang cocok dengan diagnosa penyakit yang diderita si pasien.

Pesan moral

  1. Seseorang harus mencari dan memahami dalil (sumber pijakan) tentang hukum sesuatu. Jangan hanya menyandarkan kepada dalil yang telah dia hafal saja, karena bisa jadi dia dapat dengan lihai menghafal hadits, namun dia tidak memahami apa yang dia hafalkan. 
  2. Pentingnya mempelajari ilmu fiqh
  3. Pentingnya mempelajari ilmu alat (suatu ilmu yang dapat digunakan sebagai media untuk mempelajari ilmu lainnya) seperti ilmu hadits ini.
  4. Hendaknya seseorang tidak hanya mencukupkan diri untuk menghafal dalil atau memahami dalil saja, namun gabungkanlah antara memahami dan menghafalkannya.

Maratib ilmu

Urutan (maratib) dalam menuntut ilmu adalah:
  1. Mendengarkan
  2. Memikirkan (merenungkan)
  3. Menghafalkan
  4. Menyampaikan
(diringkas dari kitab Miftah Dar As-Sa’adah Juz I, Al-Maktabah Asy-Syamilah)

Faidah

Apakah kita merasa sangatlah bodoh, hingga masih banyak yang belum kita lakukan dan pelajari? Maka, tuntutlah ilmu dan raih keutamaannya. 

Apakah masih sempat membiarkan pikiran kita mengembara tak tentu arahnya? Sibukkanlah saja waktu dan umur hidup kita dengan kegiatan yang bermanfaat, karena semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. 

Apakah pelajaran tentang kematian dan kejadian-kejadian setelahnya masih belum mencukupi bagi kita menjadi sebuah pelajaran? maka, persiapkanlah bekal bagi diri kita dalam menghadapi kekalnya akhirat yang tiada batasnya. 

 Apakah adanya balasan atas perbuatan kita hanya isapan jempol semata? maka ingatlah itu sebagai sebuah penggerak perbuatan kita.


Penulis: Fatihdaya Khoirani

Artikel Muslimah.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar