Terjebak
macet, siapa yang mau?
Jenuh,
gerah, bosan, pengap dan bising, itu sebagian alasannya.
Terlebih
bila berada di dalam sebuah kendaraan yang tidak layak pakai dan dalam waktu
yang lama pula.
Pendek kata, “macet” telah menjadi suatu momok yang menakutkan.
Segala
cara dilakukan, baik oleh pribadi maupun institusi, untuk menghindari atau
mengurai kemacetan.
Mencari jalur alternatif, menentukan waktu yang tepat untuk
bepergian, memilih kendaraan yang nyaman dan full fasilitas guna membunuh
kejenuhan bilamana harus terjebak kemacetan, dan sekian banyak usaha lainnya.
Tapi
pernahkah kita berpikir, bahwa kemacetan itu bukan hanya terjadi di dunia?
Ada kemacetan lain yang jauh lebih mengerikan,
yakni di akhirat.
Lalu apa
pula yang sudah kita persiapkan agar tidak terjebak di dalam kemacetan
tersebut?
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,
“لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى
يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ
مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ
أَبْلَاهُ”
“Kedua
kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya
tentang umurnya untuk apa ia manfaatkan, tentang ilmunya apa yang
sudah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia
nafkahkan, serta tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan”.
HR. Tirmidzy
dari Abu Barzah al-Aslamy radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan
sahih oleh Tirmidzy.
Empat
jenis pertanggungjawaban di atas inilah yang akan merintangi jalan seorang
hamba di akhirat. Umur, ilmu, harta dan tubuh.
1. Umur yang Allah berikan kepada kita di dunia ini, lebih
sering kita isi dengan sesuatu yang diridhai-Nya, atau justru sebaliknya?
2. Ilmu yang kita ketahui, seberapa persen yang sudah kita
amalkan?
3. Harta yang kita punyai, didapatkan dengan cara seperti apa?
Lalu digunakan untuk apa? Pertanyaan dobel inilah yang akan diajukan pada kita
kelak, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas harta yang Allah rizkikan pada
kita.
4. Tubuh yang kita miliki, lebih banyak kita pergunakan untuk
apa? Untuk menjalankan ketaatan kepada Allah kah? Atau untuk berbuat maksiat
kepada-Nya?
Ketika
seluruh karunia di atas bisa kita pertanggungjawabkan dengan baik, saat itulah
perjalanan kita berikutnya di alam akhirat akan lancar.
Namun,
bila justru yang terjadi adalah sebaliknya, maka bersiaplah untuk terjebak
macet di akhirat!
Kedua
kaki ini akan terpancang kaku! Na’udzubillah min dzalik…
Berhasil
atau tidaknya kita melewati rintangan ini, tergantung taufik dari Allah ta’ala.
Juga
sejauh mana persiapan kita di dunia ini untuk menghadapi hari yang maha
dahsyat.
Selamat bersiap-siap menghadapi hari itu!
@
Pesantren “Tunas Ilmu” Purbalingga, 16 Ramadhan 1434 / 25 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar