Islam memberikan banyak kiat untuk menjadi suami yang
baik.
Bagaimanakah cara untuk menjadi suami yang baik?
Berikut ini kami
sampaikan 10 kiat, yaitu;
Allah berfirman, artinya, “Dan bergaullah dengan mereka(para istri) dengan baik.” (QS. an-Nisa’: 19).
Ibnu Katsir berkata, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri.
Berbuat baiklah sebagaimana kalian suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).
2. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal yang baik
Allah berfirman, artinya, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf.” (QS. al-Baqarah: 233).
Dalam firman-Nya yang lain, artinya, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS. ath-Thalaq: 7).
Rasulullah shallallohu ‘laihi wasallam bersabda, ketika haji wada’,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ
اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ إلي أن قال
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian
hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka
dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah.
(sampai perkataan beliau) Kewajiban kalian kepada istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim no. 1218).
Ibnu Katsir berkata, “Bapak dari si anak punya kewajiban memberi nafkah pada ibu si anak,
termasuk pula dalam hal pakaian dengan cara yang ma’ruf (baik).
Yang dimaksud dengan cara yang ma’ruf adalah dengan memperhatikan kebiasaan masyarakat tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula pelit.
Hendaklah ia memberi nafkah sesuai kemampuannya dan yang mudah untuknya, serta bersikap pertengahan dan hemat.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).
3. Mengajari istri ilmu agama
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs. at-Tahrim: 6).
‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah mengatakan, “Ajarilah adab dan agama kepada mereka.”
Ibnu ‘Abbas berkata, “Lakukanlah ketaatan kepada Allah dan hati-hatilah dengan maksiat.
Perintahkanlah keluargamu untuk mengingat Allah (berdzikir), niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari jilatan neraka.”
Mujahid berkata,“Bertakwalah kepada Allah dan nasihatilah keluargamu untuk bertakwa kepada-Nya.”
Adh-Dhahak dan Maqatil berkata,“Kewajiban bagi seorang muslim adalah mengajari keluarganya, termasuk kerabat, budak laki-laki atau perempuannya perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).
Mungkin Anda bertanya, “Bagaimana jika kita tidak bisa mendidik istri, karena kita sendiri kurang dalam hal agama?”
Jawab, hendaklah Anda memperbaiki diri.
Berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam sehingga Anda bisa memperingatkan dan mendidik istri.
Jika tidak bisa, hendaklah mengajaknya datang ke majelis ilmu sebagaimana Anda pun demikian.
Atau, cara lain yang dapat meningkatkan keberagamaan Anda dan istri lebih baik dari sebelumnya.
4. Meluangkan waktu untuk bercanda dengan istri tercinta
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagaimana yang diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyah, Ia pernah bersama Nabi dalam safar(bepergian).
‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau. ‘Aisyah berkata,
فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ
سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ
Akupun mengalahkan beliau. Tatkala aku sudah
bertambah gemuk, aku berlomba lari lagi bersama Rasul, namun kala itu
beliau mengalahkanku.
Lantas beliau bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578).
5. Mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah
Allah berfirman, artinya, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” ( QS. Thaha : 132).
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk
melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka
jika telah berumur 10 tahun.” (HR. Abu Daud, no. 495).
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang
bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan
istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk
bangun, ia percikkan air di wajah istrinya…” (HR. Abu Daud, no. 1450).
6. Melihat sisi positif istri Anda
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang
mukminah. Jika sang suami tidak menyukai suatu akhlak pada sang istri,
maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai.” (HR. Muslim, no. 1469).
Mu’awiyah al Qusyairi, pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ -أَوِ
اكْتَسَبْتَ- وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ
إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau
makan.
Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau
engkau usahakan-,
dan jangan engkau memukul wajah,
dan jangan pula
menjelek-jelekkannya
serta jangan pula mendiamkannya(dalam rangka
nasihat) selain di rumah.” (HR. Abu Daud, no. 2142).
Allah berfirman, artinya, “Dan hajr-lah (pisahkanlah mereka) di tempat tidur mereka.”(Qs. an-Nisa: 34).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di mengatakan bahwa maknanya adalah tidak satu ranjang dengannya dan tidak berhubungan intim dengan istri sampai ia sadar dari kesalahannya (Taisir al-Karimir Rahman, ibn Sa’di).
9. Membenahi Kesalahan Istri dengan Baik
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خيرا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ
وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ
كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan,
karena sesungguhnya dia diciptakan dari tulang rusuk,
dan bagian yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas,
jika kamu berusaha untuk meluruskannya, niscaya akan patah,
jika kamu membiarkannya, niscaya tetap bengkok,
maka berwasiatlah terhadap wanita dengan kebaikan.” (HR. Muslim, no.3720).
10. Memberikan nafkah batin
Inilah salah satu pelajaran dari hadits Abu Darda’ berikut ini.
Nabi mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Suatu saat Salman mengunjungi –saudaranya- Abu Darda’.
Ketika itu Salman melihat Ummu Darda’, dalam keadaan tidak gembira.
Salman pun berkata kepada Ummu Darda’, “Kenapa keadaanmu seperti ini?” “
Saudaramu, Abu Darda’, seakan-akan ia tidak lagi mempedulikan dunia”, jawab wanita tersebut.
Ketika Abu Darda` tiba, dia membuatkan makanan untuk Salman lalu berkata, “Makanlah karena aku sedang berpuasa.”
Salman menjawab, “Saya tidak akan makan hingga kamu ikut makan.” Akhirnya Abu Darda’ pun makan.
Ketika tiba waktu malam, Abu Darda’ beranjak untuk melaksanakan shalat namun Salman berkata kepadanya, ‘Tidurlah.’
Abu Darda` pun tidur, tidak berapa lama kemudian dia beranjak untuk mengerjakan shalat, namun Salman tetap berkata, ‘Tidurlah.’ Akhirnya dia tidur.
Ketika di akhir malam, Salman berkata kepadanya, ‘Sekarang bangunlah,’
Abu Juhaifah berkata, ‘Keduanya pun bangun dan melaksanakan shalat, setelah itu Salman berkata, ‘Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak, dan badanmu memiliki hak, istrimu memiliki hak atas dirimu, maka berikanlah hak setiap yang memiliki hak.’”
Selang beberapa saat Nabi datang, lalu hal itu diberitahukan kepada beliau, Nabi bersabda, “Salman benar.” (HR. al-Bukhari, no. 968).
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang suami wajib menyetubuhi istrinya sesuai dengan kemampuan suami dan kecukupan istri.
Akhirnya, semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkan segala hal yang dicintai dan diridhai-Nya. Amien. Allahu a’lam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. (Redaksi : Abdullah Hadrami )
[Sumber: Disarikan dari berbagai sumber dengan sedikit gubahan/ alsofwah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar