Paman
Nabi ﷺ yang hidup di
masa kerasulan ada empat orang.
Dua orang beriman kepada risalah Islam dan dua
lainnya kufur bahkan menentang.
Dua orang yang beriman adalah Hamzah bin Abdul
Muthalib dan al-Abbas bin Abdul
Muthalib radhiallahu
‘anhuma.
Satu orang menolong dan menjaganya, tidak menentang
dakwahnya, namun ia tidak menerima agama Islam yang beliau bawa. Di adalah Abu
Thalib bin Abdul Muthalib.
Dan yang keempat adalah Abdul Uzza bin Abdul
Muthalib. Ia menentang dan memusuhui keponakannya. Bahkan menjadi tokoh
orang-orang musyrik yang memerangi beliau ﷺ.
Nama
terakhir ini kita kenal dengan Abu Lahab. Dan Alquran mengabadikannya dengan
nama itu.
Sifat
Fisiknya
Lewat
film dan gambar-gambar, Abu Lahab dikenalkan dengan perawakan jelek (tidak
tampan) dan hitam.
Sehingga kesan garang seorang penjahat begitu cocok dengan
penampilannya.
Namun, sejarawan meriwayatkan bahwa Abu Lahab adalah sosok yang
sangat putih kulitnya. Seorang laki-laki tampan dan sangat cerah wajahnya.
Demikianlah orang-orang jahiliyah mengenalnya.
Pelajaran
bagi kita, Abu Lahab memiliki nasab yang mulia. Seorang Quraisy. Paman dari
manusia terbaik dan rasul yang paling utama, Muhammad ﷺ. Memiliki kedudukan di tengah kaumnya. Memiliki paras yang
rupawan.
Namun semuanya tidak ada artinya tanpa keimanan.
Allah ﷻ hinakan
dia dengan mencatatnya sebagai seorang yang celaka. Dan dibaca oleh manusia
hingga hari kiamat dalam surat al-Masad.
Sementara
Bilal bin Rabah. Seorang budak, hitam, tidak pula tampan, dan jauh dari kedudukan
serta kemapanan.
Namun Allah ﷻ
muliakan dengan keimanan. Oleh karena itu, janganlah tertipu dengan keadaan.
Rasulullah
ﷺ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى
صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian.
Akan tetapi, Allah
hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).
Mengapa
Ia Disebut Abu Lahab?
Kun-yah
dari Abdul Uzza bin Abdul Muthalib adalah Abu Lahab. Lahab artinya api.
Karena
Abdul Uzza ketika marah, rona wajahnya berubah menjadi merah layaknya api.
Dengan kun-yahnya inilah Alquran menyebutnya, bukan dengan nama aslinya.
Alasannya:
Pertama:
Karena Alquran tidak menyebutkan nama dengan unsur penghambaan kepada selain
Allah.
Namanya adalah Abdul Uzza yang berarti hambanya Uzza. Uzza adalah
berhala musyrikin Mekah.
Kedua:
Orang-orang lebih mengenalnya dengan kun-yahnya dibanding namanya.
Ketiga:
Imam al-Qurthubi rahimahullah
menyatakan dalam tafsirnya bahwa nama asli itu lebih mulia dari kun-yah.
Oleh
karena itu, Allah menyebut para nabi-Nya dengan nama-nama mereka sebagai
pemuliaan. Dan menyebut Abu Lahab dengan kun-yahnya. Karena kun-yah
kedudukannya di bawah nama. Ini menurut al-Qurthubi rahimahullah.
Orang-orang
di masanya juga mengenal Abu Lahab dengan Abu Utbah (ayahnya Utbah).
Namun
karena kekafiran, Allah ﷻ
kekalkan nama Abu Lahab untuknya. Sebenarnya ia adalah tokoh Mekah yang cerdas.
Sayang kecerdasan dan kepandaiannya tidak bermanfaat sama sekali di sisi Allah,
karena tidak ia gunakan untuk merenungkan kebenaran syariat Islam yang lurus.
Anak-anaknya
Abu
Lahab memiliki tiga orang anak laki-laki.
Mereka adalah Utbah, Mut’ib, dan
Utaibah.
Dua nama pertama memeluk Islam saat Fathu Mekah. Sedangkan Utaibah
tetap dalam kekufuran.
Di
antara kebiasaan bangsa Arab adalah menikahkan orang-orang dalam lingkar
keluarga dekat.
Sebelum menjadi rasul, Rasulullah ﷺ menikahkan anaknya Ummu Kultsum dengan Utaibah dan Ruqayyah
dengan Utbah.
Ketika surat Al-Masad turun, Abu Lahab mengultimatum kedua
putranya, “Kepalaku dari kepala kalian haram, sebelum kalian ceraikan anak-anak
perempuan Muhammad!!”, kata Abu Lahab.
Ia mengancam kedua putranya tidak akan
bertemu dan berbicara kepada mereka sebelum menceraikan putri Rasulullah ﷺ.
Ketika
Utaibah hendak bersafar bersama ayahnya menuju Syam, ia berkata, “Akan aku
temui Muhammad. Akan kusakiti dia dan kuganggu agamanya.
Saat di hadapannya
kukatakan padanya, ‘Wahai Muhammad, aku kufur dengan bintang apabila ia
terbenam dan apabila ia dekat dan bertambah dekat lagi…’
Lalu Utaibah meludahi
wajah nabi kemudian menceraikan anak beliau, Ummu Kultsum.
Nabi
ﷺ mendoakan
keburukan untuknya, “Ya Allah, binasakan dia dengan anjing dari
anjing-anjingmu.” (Dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 4/39).
Utaibah pun tewas diterkam singa.
Sementara
Abu Lahab mati 7 hari setelah Perang Badr. Ia menderita bisul-bisul di sekujur
tubuh. 3 hari mayatnya terlantar. Tak seorang pun yang mau mendekati bangkai si
kafir itu.
Karena malu, keluarganya menggali lubang kemudian mendorong tubuh
Abu Lahab dengan kayu panjang hingga masuk ke lubang itu. Kemudian mereka
lempari makamnya dengan batu hingga jasadnya tertimbun.
Tidak ada seorang pun
yang mau membopong mayitnya, karena takut tertular penyakit. Ia mati dengan
seburuk-buruk kematian.
Pasangan
Dalam Keburukan
Istri
Abu Lahab adalah Ummu Jamil Aura’. Nama yang tak seindah karakter aslinya.
Ia
diabadikan dalam surat al-Masad sebagai wanita pembawa kayu bakar.
Perlakuannya
amat buruk terhadap Rasulullah ﷺ. Ia taruh kayu dan tumbuhan berduri di jalan yang biasa
dilewati Rasulullah ﷺ di
malam hari agar Nabi tersakiti. Ia tak kalah buruk dengan suaminya.
Ummu
Jamil adalah wanita yang suka mengadu domba dan menyulut api permusuhan di
tengah masyarakat.
Ia memiliki kalung mahal dari permata, “Demi al-Lat dan
al-Uzza, akan kuinfakkan kalung ini untuk memusuhi Muhammad”, katanya.
Allah ﷻ gantikan kalung
indah itu dengan tali dari api Jahannam untuk mengikat lehernya di neraka.
Ketika
Allah ﷻ menurunkan surat
al-Masad yang mencelanya dan sang suami, wanita celaka ini langsung mencari
Rasulullah ﷺ. Sambil membawa
potongan batu tajam, ia masuk ke Masjid al-Haram.
Rasulullah ﷺ bersama Abu
Bakar berada di sana. Saat telah dekat, Allah ﷻ butakan pandangannya dari melihat Rasulullah ﷺ. Ia hanya
melihat Abu Bakar. Tak ada Muhammad ﷺ di sampingnya.
“Wahai
Abu Bakar, aku mendengar temanmu itu mengejekku dan suamiku!
Demi Allah, kalau
aku menjumpainya akan aku pukul wajahnya dengan batu ini!!” Cercanya penuh
emosi.
Kemudian
ia bersyair,
مُذمماً عصينا ، وأمره أبينا ، ودينه
قلينا
Orang
tercela kami tentang
Urusan kami mengabaikannya
Dan agamanya kami tidak suka
Ia
ganti nama Muhammad (yang terpuji) dengan Mudzammam (yang tercela). Kemudian ia
pergi.
Abu
Bakar bertanya heran, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengira dia
melihatmu?”
“Dia
tidak melihatku. Allah telah menutupi pandangannya dariku”, jawab Rasulullah ﷺ.
Pelajaran:
Pertama: Abu Lahab memiliki segalanya. Ia
menyandang nasab mulia, bangsawan dari kalangan bani Hasyim. Terpandang dan
memiliki kedudukan di tengah kaumnya. Paman manusia terbaik sepanjang masa.
Berwajah tampan. Seorang yang cerdas dan pandai memutuskan masalah.
Profesinya
pebisnis, mengambil barang dari Syam untuk dipasok di Mekah atau sebaliknya.
Tapi sama sekali tidak bermanfaat untuknya. Karena itu, seseorang jangan
tertipu dengan dunia yang ia miliki. Apalagi yang tidak memiliki dunia.
Kedua: Penampilan fisik, kedudukan,
kekayaan, bukanlah acuan seseorang itu layak diikuti dan didengarkan ucapannya.
Karena sering kita saksikan di zaman sekarang, orang kaya lebih didengar dan
diikuti daripada para ulama.
Ketika motivator bisnis, mereka yang menyandang
gelar akademik tinggi, berbicara tentang agama, masyarakat awam langsung menilainya
sebuah kebenaran.
Ketiga: Pasangan seseorang itu tergantung
kualitas dirinya. Ia bagaikan cermin kepribadian.
Keempat: Hidayah Islam dan iman itu mahal dan
berharga. Sebuah kenikmatan yang tidak Allah berikan kepada keluarga para nabi.
Anak Nabi Nuh, istri Nabi Luth, ayah Nabi Ibrahim, dan paman Rasulullah
Muhammad ﷺ, Abu Thalib dan
Abu Lahab, tidak mendapatkan kenikmatan ini.
oleh karena itu, kita layak
bersyukur. Allah memilih kita menjadi seorang muslim sementara sebagian
keluarga para nabi tidak. Pantas kita syukuri nikmat ini dengan mempelajari
Islam, mengamalkan, dan mendakwahkannya.
Sumber:
– Hisyam, Ibnu. 2009. Sirah Ibnu Hisyam. Beirut: Dar Ibn Hazm.
– Tafsir al-Qurthubi surat al-Masad ayat 1-5:
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/qortobi/sura111-aya1.html
– Tafsir Ibnu Katsir surat al-Masad ayat 1-5:
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura111-aya1.html#katheer
Oleh
Nufitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com