Urip Iku Urup. Merupakan salah satu mutiara nasehat yang sudah semakin pudar
penerapannya di zaman ini.
Terutama di saat egoisme semakin menggurita dan
mendominasi kehidupan manusia.
Urip iku urup jika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, bermakna hidup itu semestinya membuat nyala.
Nyala di sini
diartikan positif. Bila diibaratkan api, maka api tersebut menerangi. Memberi manfaat
bagi sekitarnya.
Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama
lain. Menjalin komunikasi dengan yang lain. Manusia tidak bisa mengisolir diri,
meskipun memiliki materi yang berlimpah.
Itulah mengapa hidup itu harus menyala. Saling tolong-menolong
adalah suatu kepastian. Itulah mengapa manusia membutuhkan manusia yang lain.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
menjelaskan,
“خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang
lain”. HR. Ath-Thabarany dalam al-Ausath dan
dinilai sahih oleh al-Albany.
Seorang bijak pernah berujar, “Jangan engkau menjadi orang
sukses. Tapi jadilah orang yang penuh manfaat bagi orang lain”.
Inilah salah satu tujuan hidup manusia. Seseorang harusnya
memiliki keterpanggilan untuk saling menolong saudaranya bukan mementingkan ego
diri masing-masing. Karena manusia terbaik adalah yang memberi manfaat bagi
sesamanya.
Ada paradoks di sini. Manusia menganggap kesuksesan dapat
mendatangkan kebahagiaan. Tapi nyatanya ketika mereka menggapai satu titik,
maka akan mengejar titik yang lain di atasnya dan tidak pernah puas.
Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam
menggambarkan,
“لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا، وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ“.
“Andaikan anak Adam memiliki dua lembah berisikan harta, niscaya
dia ingin lembah yang ketiga. Tidak ada yang bisa mengisi perut anak Adam
melainkan hanya tanah. Allah akan menerima taubat hamba yang bertaubat”. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas radhiyallahu’anhuma.
Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita berbagi. Selain merasakan kebahagiaan ketika berbagi atau membantu orang
lain, Allah akan menolong melalui jalan yang tidak kita duga sebelumnya.
Dalam sebuah hadits sahih diterangkan,
“وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ“.
“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama ia senantiasa
menolong saudaranya”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Ruang berbagi dengan orang lain
amatlah luas. Yang paling tinggi adalah berbagi ilmu agama. Alias
mengajarkannya, terutama kepada yang membutuhkannya. Misalnya mengajarkan
al-Qur’an kepada putra-putri kita dan anak-anak TPQ.
Berikutnya berbagi harta. Apalagi bagi mereka yang mendapatkan
kelapangan rizki. Di antara ladang kebajikan yang tidak layak diabaikan adalah:
amal jariyah, seperti wakaf untuk sarana ibadah atau pendidikan agama.
Adapun yang minim ilmu dan harta, maka ia bisa berbagi tenaganya
kepada orang lain. Dengan membantu meringankan bawaan belanja nenek-nenek
misalnya, mendorong mobil yang mogok di tengah jalan, atau yang semisalnya.
Pendek kata, jadilah orang yang senantiasa bermanfaat bagi orang
lain, niscaya hidup Anda akan bahagia!
Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA
@Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,
Jum’at, 5 Shafar 1436 / 28 Nopember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar