Yang Kadang Terlupakan Oleh Kedua
Orang Tua :
Ternyata Mencium Anak-Anak
Mendatangkan Rahmat Allah !!
Sering kita dapati seseorang yang
mendidik anaknya dengan cara yang keras…dengan menggunakan pukulan..bahkan
tendangan…
Bahkan jika tangannya telah lelah
memukul maka iapun menggunakan tongkat atau cambuk untuk memukul anaknya.
Sementara jika bertemu dengan
sahabat-sahabatnya jadilah ia orang yang paling lembut dan ramah.
Memang benar bahwa boleh bagi
seorang ayah atau ibu untuk mendidik anaknya dengan memukul, akan tetapi hal
itu keluar dari hukum asal.
Karena hukum asal dalam
mendidik…bahkan dalam segala hal adalah dengan kelembutan.
Kita –sebagai orang tua- tidak boleh
berpindah kepada metode pemukulan kecuali jika kondisinya mendesak.
Itupun tidak boleh dengan pemukulan
yang semena-mena, semau kita, seperti pukulan yang menimbulkan bekas…terlebih
lagi yang mematahkan tulang…
Sering syaitan menghiasi para orang
tua dengan menjadikan mereka menyangka bahwa metode kekerasan dalam
mendidik anak-anak adalah metode yang terbaik dan praktis serta metode yang
singkat dan segera mendatangkan keberhasilan.
Karena dengan kekerasan dalam
sekejap sang anak menjadi penurut.
‘Ingatlah ini semua hanyalah was-was
syaitan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda :
مَا كَانَ
الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan pada sesuatupun
kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatupun kecuali akan
memperburuknya” (Dishahihkan oleh Al-Albani)
Memang benar…jika seorang anak
disikapi keras maka ia akan nurut dan patuh…akan tetapi hanya sekejap dan
sementara…
Kenyataan yang ada menunjukan bahwa
jika seorang ayah atau ibu yang senantiasa memukuli dan mengerasi anak-anak
mereka akan menimbulkan dampak buruk :
1.
Jadilah kedua orang tua tersebut
berhati keras…, hilang kelembutan dari mereka, karena mereka telah membiasakan
kekerasan dalam hati mereka
2.
Bahkan anak-anak mereka yang sering
mereka pukuli pun menjadi keras…, keras dan kasar sikap mereka dan juga keras
hati mereka.
3.
Bahkan tidak jarang sang anak yang
dikerasi maka semakin menjadi-jadi keburukannya. Terutama jika sang anak
merasa aman dari control kedua orang tuannya. Hal ini menunjukan sikak keras
terhadap seringnya tidak membuahkan keberhasilan dalam mendidik anak-anak.
4.
Kalaupun metode kekerasan berhasil
merubah sang anak menjadi seorang anak yang “tidak nakal” maka bagaimanapun
akan berbeda hasilnya dengan seorang anak yang dibina dengan kelembutan.
Seorang anak yang “tidak nakal” yang merupakan buah metode kekerasan tidak akan
memiliki kelembutan dalam sikap dan tutur kata serta kelembutan hati yang
dimiliki oleh seorang anak yang dididik dengan penuh kelembutan !!.
Adapun jika kedua orang tua bersikap
lembut kepada anak-anak mereka, dan tidak memukul kecuali dalam kondisi
terdesak, sehingga tidak keseringan…maka akan menimbulkan banyak dampak
positif, diantaranya,
1. Kedua orang
tua tetap bisa menjaga kelembutan hati keduanya
2. Kelembutan
hati anak-anak mereka juga bisa terjaga, demikian pula akhlak anak-anak mereka
menjadi akhlak yang mulia. Karena mereka telah meneladani kedua orang tua
mereka yang selalu bersikap lembut dan sayang kepada mereka.
3. Anak-anak
tatkala telah dewasa maka yang mereka selalu kenang adalah kebaikan,
kelembutan, ciuman kedua orang tua mereka yang telah bersabar dalam mendidik
mereka. Jadilah mereka anak-anak yang berbakti yang selalu ingin membalas budi
kebaikan kedua orang tua mereka.
4. Kedua orang
tua akan mendapatkan rahmat Allah dan ganjaran dari Allah karena sikap lembut
mereka kepada anak-anak mereka
Abu Hurairah –semoga Allah
meridhoinya- berkata :
قَبَّلَ
النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ
حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ
الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro’ bin Haabis At-Tamimiy
yang sedang duduk.
Maka Al-Aqro’ berkata, “Aku punya 10
orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium”.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallampun melihat kepada Al-‘Aqro’ lalu beliau berkata, “Barangsiapa yang
tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati” (HR Al-Bukhari no 5997
dan Muslim no 2318)
Dalam kisah yang sama dari ‘Aisyah
–semoga Allah meridhoinya- ia berkata :
جَاءَ
أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ
الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم
أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ
“Datang seorang arab badui kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Apakah kalian mencium
anak-anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka”.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa
rahmat/sayang dari hatimu” (HR Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317)
Ibnu Batthool rahimahullah berkata,
“Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan lembut kepadanya termasuk
dari amalan-amalan yang diridhoi oleh Allah dan akan diberi ganjaran oleh
Allah.
Tidakkah engkau perhatikan Al-Aqro’
bin Haabis menyebutkan kepada Nabi bahwa ia memiliki 10 orang anak laki-laki
tidak seorangpun yang pernah ia cium, maka Nabipun berkata kepada
Al-Aqro’ ((Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang)).
Maka hal ini menunjukan bahwa
mencium anak kecil, menggendongnya, ramah kepadanya merupakan perkara yang
mendatangkan rahmat Allah.
Tidak engkau perhatikan bagaimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong (*cucu beliau) Umaamah putrinya
Abul ‘Aash (*suami Zainab putri Nabi) di atas leher beliau tatkala beliau
sedang sholat?, padahal sholat adalah amalan yang paling mulia di sisi Allah
dan Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa khusyuk dan konsentrasi
dalam sholat.
Kondisi Nabi yang menggendong
Umaamah tidaklah bertentangan dengan kehusyu’an yang diperintahkan dalam
sholat.
Nabi kawatir akan memberatkan
Umaamah (*si kecil cucu beliau) kalau beliau membiarkannya dan tidak digendong
dalam sholat.
Pada sikap Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ini merupakan teladan yang paling besar bagi kita, maka hendaknya
kita meneladani beliau dalam menyayangi anak-anak baik masih kecil maupun yang
besar, serta berlemah lembut kepada mereka” (Syarh Shahih Al-Bukhari karya Ibnu
Batthool, 9/211-212)
Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin
rahimahullah berkata, “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ لا
يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ
(Barangsiapa yang tidak merahamati
maka tidak dirahmati), yaitu barangsiapa yang tidak merahmati manusia maka ia
tidak akan dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla –kita berlindung kepada Allah
akan hal ini-, serta Allah tidak memberi taufiq kepadanya untuk merahmati.
Hadits ini menunjukan bahwa bolehnya
mencium anak-anak kecil karena rahmat dan sayang kepada mereka, apakah mereka
anak-anakmu ataukah cucu-cucumu dari putra dan putrimu atau anak-anak orang
lain.
Karena hal ini akan mendatangakna rahmat Allah
dan menjadikan engkau memiliki hati yang menyayangi anak-anak.
Semakin seseorang rahmat/sayang
kepada hamba-hamba Allah maka ia semakin dekat dengan rahmat Allah.
Bahkan Allah mengampuni seorang
wanita pezina tatkala wanita pezina tersebut merahmati seekor anjing yang
menjilat-jilat tanah karena kehausan…
Jika Allah menjadikan rasa
rahmat/kasih sayang dalam hati seseorang maka itu merupakan pertanda bahwa ia
akan dirahmati oleh Allah…”
“Maka hendaknya seseorang menjadikan
hatinya lembut, ramah, dan sayang (kepada anak-anak), berbeda dengan kondisi
sebagian orang bodoh. Bahkan tatkala anaknya yang masih kecil menemuinya
sementara ia sedang di warung kopi maka iapun membentak dan mengusir anaknya.
Ini merupakan kesalahan.
Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan mulia akhlak dan adabnya.
Suatu hari beliau sedang sujud
–tatkala beliau mengimami para sahabat- maka datanglah Al-Hasan bin Ali bin Abi
Thoolib, lalu –sebagaiman sikap anak-anak-, Al-Hasanpun menaiki pundak Nabi
yang dalam kondisi sujud. Nabipun melamakan/memanjangkan sujudnya.
Hal ini menjadikan para sahabat
heran.. Mereka berkata :
هَذِهِ
سَجْدَةٌ قَدْ أَطَلْتَهَا، فَظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ، أَوْ أَنَّهُ
يُوحَى إِلَيْكَ
“Wahai Rasulullah, engkau telah
memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi sesuatu atau telah diturunkan
wahyu kepadamu”),
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada mereka,
ذَلِكَ لَمْ
يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي، فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى
يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Bukan…, akan tetapi cucuku ini
menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakan dia
hingga ia menunaikan kemauannya” (HR
Ahmad no 16033 dengan sanad yang shahih-pen dan An-Nasaai no 1141 dan
dishahihkan oleh Al-Albani)
Yaitu aku tidak ingin segera bangkit
dari sujudku hingga ia menyelesaikan keinginannya. Ini buah dari rasa kasih
sayang.
Pada suatu hari yang lain Umamah
binti Zainab putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih kecil dibawa
oleh Nabi ke masjid.
Lalu Nabi sholat mengimami para
sahabat dalam kondisi menggendong putri mungil ini. Jika beliau sujud maka
beliau meletakkannya di atas tanah, jika beliau berdiri maka beliau
menggendongnya.
Semua ini beliau lakukan karena
sayang kepada sang cucu mungil. Padahal bisa saja Nabi memerintahkan Aisyah
atau istri-istrinya yang lain untuk memegang cucu mungil ini, akan tetapi
karena rasa kasih sayang beliau.
Bisa jadi sang cucu hatinya terikat
senang dengan kakeknya shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi ingin
menenangkan hati sang cucu mungil.
Pada suatu hari Nabi sedang
berkhutbah, lalu Al-Hasan dan Al-Husain (yang masih kecil) datang memakai dua
baju –mungkin baju baru-. Baju keduanya tersebut kepanjangan, sehingga keduanya
tersandung-sandung jatuh bangun tatkala berjalan.
Maka Nabi-pun turun dari mimbar lalu
menggendong keduanya dihadapan beliau (di atas mimbar) lalu beliau berkata:
صَدَقَ اللهُ
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ
الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيْعْثُرَانِ فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ
حَدِيْثِي وَرَفَعْتُهُمَا
“Maha benar Allah…”Hanyalah harta
kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah”, aku melihat kedua anak kecil ini
berjalan dan terjatuh, maka aku tidak sabar hingga akupun memutuskan khutbahku
dan aku menggendong keduanya” (HR At-Thirmidzi no 2969 dan dishahihkan oleh
Al-Albani)
Kemudian beliau melanjutkan khutbah
beliau (lihat HR Abu Dawud no 1016 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Yang penting hendaknya kita
membiasakan diri kita untuk menyayangi anak-anak, demikian juga menyayangi
semua orang yang butuh kasih sayang, seperti anak-anak yatim, orang-orang
miskin, orang-orang lemah (tidak mampu) dan selain mereka.
Dan hendaknya kita menjadikan dalam
hati kita rasa rahmat (kasih sayang) agar hal itu menjadi sebab datangnya
rahmat Allah bagi kita, karena kita juga butuh kepada rahmat” (dari Syarah
Riyaad As-Shoolihiin, dengan sedikit perubahan)
Sungguh mulia akhlak Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak-anak…beliau menggendong
anak-anak…bahkan dalam sholat beliau, karena kasih sayang kepada anak-anak
…mencium anak-anak adalah ibadah…mendatangkan rahmat Allah.
Bahkan beliau pernah berjalan cukup
jauh hanya untuk mencium putra beliau Ibrahim.
Anas Bin Malik –semoga Allah
meridhoinya- berkata :
«مَا رَأَيْتُ
أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ»، قَالَ: «كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي
الْمَدِينَةِ، فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ
لَيُدَّخَنُ، وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا، فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ، ثُمَّ
يَرْجِعُ»
“Aku tidak pernah melihat seorangpun
yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim
memiliki ibu susuan di daerah Awaali di kota Madinah.
Maka Nabipun berangkat (*ke rumah
ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah
yang ternyata dalam keadaan penuh asap.
Suami Ibu susuan Ibrahim adalah
seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau
kembali” (HR Muslim no 2316)
Karenanya…bersabarlah wahai para
orang tua dalam mendidik anak kalian…sayangilah mereka…peluklah mereka…ciumlah
mereka….semuanya akan mendatangkan pahala dan rahmat Allah.
Ditulis oleh Al-Ustadz Firanda
Andirja, M.A.