Saad bin Abi Waqqash
adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam.
Hanya beberapa
orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi
Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in merekala orangnya.
Laki-laki Quraisy ini
mengucapkan dua kalimat syahadat ketika berusia 17 tahun. Di masa kemudian, ia
menjadi tokoh utama di kalangan sahabat. Dan termasuk 10 orang yang diberi
kabar gembira sebagai penghuni surga.
Nasab Saad bin Abi Waqqash
Merupakan bagian
penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga.Keluarga memiliki
peran penting dalam pembentukan karakter seseorang.
Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar
bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin
Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin
Adnan.
Adnan adalah keturunan
dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.
Malik, ayah Saad,
adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ.
Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti
Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat dan mulia.
Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya adalah Hamnah
binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay
bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar
bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar
bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Rasulullah ﷺ
sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad
dengan mengatakan,
هَذَا خَالِي فَلْيُرِنِي امْرُؤٌ خَالَهُ
“Ini pamanku, maka
hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.” HR. al-Hakim 6113 dan
at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan).
Masa Pertumbuhan
Saad dilahirkan di
Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di lingkungan Quraisy.
Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin Arab.
Sejak kecil, Saad
gemar memanah dan membuat busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah
menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia luar.
Dari mereka ia mengenal
bahwa dunia itu tidak sama dan seragam. Sebagaimana samanya warna pasir gurun
dan gunung-gunung batu.
Banyak kepentingan dan
tujuan yang mengisi kehidupan manusia.
Memeluk Islam
Mengenal Islam sejak
lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena hidayah yang mahal harganya itu,
Allah beri tanpa kita minta.
Berbeda bagi mereka yang mengenal Islam di tengah
jalannya usia. Keadaan ini tentu lebih sulit. Banyak batu sandungan dan
pemikiran yang membingungkan.
Saad bin Waqqash
memeluk Islam saat berusia 17 tahun.
Ia menyaksikan masa jahiliyah. Abu Bakar
ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini.
Ia
menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin
Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.
Dipaksa Meninggalkan Islam
Ketika Saad bin Abi
Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ﷺ,
dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya.
Sang ibu ingin agar
putranya kembali satu keyakinan bersamanya. Menyembah berhala dan melestarikan
ajaran leluhur.Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati
putranya yang sangat menyayanginya.
Ia baru akan makan dan minum kalau Saad
meninggalkan agama baru tersebut.
Setelah beberapa lama,
kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun memanggil Saad dan
memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat.
Pertemuan ini seolah-olah hari
perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda.
Saad menyaksikan
kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah dan
Rasul-Nya berada di atas segalanya.
Ia berkata, “Ibu… demi
Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa.
Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun.
Makanlah wahai ibu.. jika
ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya pun
menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap
agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan.
Berkaitan dengan
persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin
Abi Waqqash.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ
سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS: Luqman | Ayat: 15).
Doanya Tidak Tertolak
Saad bin Abi Waqqash
adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki doa yang manjur
dan mustajab.
Rasulullah ﷺ meminta kepada Allah ﷻ
agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ bersabda,
اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمَيْتَهُ، وَأَجِبْ دَعْوَتَهُ
“Ya Allah, tepatkan
lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/ 500).
Doa Rasulullah ﷺ
ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang
terkabul doanya.
Seorang Mujahid
Saad bin Abi Waqqash
adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah.
Ia
juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan”
untuknya. Seperti dalam sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud:
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad…
Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ
menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad.
Sungguh dalam Perang
Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad…
Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Dan Saad sangat merasa
terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.
Di antara keistimewaan
lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk seorang penunggang kuda
yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di antara kaum muslimin.
Ia
memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.
Peperangan besar yang
pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris antara
bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia.
3000 pasukan kaum muslimin beradapan
dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata lengkap.
Prajurit
Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum.
Melaui Saad lah,
Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.
Umar Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin
Umar bin al-Khattab radhiallahu
‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak.
Sebuah wilayah
besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar.
Mereka menuduh Saad
bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah
permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya.
Sehingga
Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar laporan
tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan
mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya
Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat
terakhir”.
Mendengar klarifikasi
dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad menanggapinya
dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang
menuduhku tidak beres dalam shalat?”
Saad lebih senang tinggal di Madinah dan
Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam,
sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ
-salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya.
Umar
berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya,
hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Sikap Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad bin Abi Waqqash
menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Sikap Saad pada saat itu
adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan
anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam
bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang
(pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”.
Saad menjawab,
“Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul
seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai
untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”.
Mendengar jawaban
pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak
ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Wafat
Saad bin Abi Waqqash
termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ﷻ
harta yang banyak.
Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol.
Jenis kain yang dikenal murah kala itu.
Ia berkata, “Kafani aku dengan kain
ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di
Perang Badar”.
Saad wafat pada tahun
55 H.
Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya. Semoga Allah
meridhainya.
Sumber:
http://islamstory.com/ar/%D8%B3%D8%B9%D8%AF-%D8%A8%D9%86-%D8%A3%D8%A8%D9%8A-%D9%88%D9%82%D8%A7%D8%B5
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07) / Artikel www.KisahMuslim.com
Diedit ulang Oleh Ibnu Tahrir Al Jeroniy