Kamis, 31 Maret 2016

Kafir yang Adil atau Muslim yang Dzalim


Benarkah “kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang zalim.” Katanya ini perkataan 

Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Apa itu benar? Ini banyak disebarkan di tengah 

mayarakat jakarta yang sedang tegang pemilu.


Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita perlu membedakan antara menilai status dengan menjalin kerukunan. 

Ada banyak term dan sudut pandang ketika seseorang hendak menilai status. 

Dan standar dalam masalah ini adalah bagaimana Tuhan menilai, bukan semata logika 

manusia. 

Jika semua harus dikembalikan kepada logika manusia, tidak akan ada yang baku di sana. 

Di samping logika itu terbatas, masing-masing logika juga memiliki standar yang berbeda.

Bagi muslim, menilai baik dan buruk, dikembalikan kepada standar wahyu yang diturunkan 

kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Al-Quran dan sunah, 

dan bukan semata logika.

Dalam teori humanis, semua manusia dianggap sama. Karena semuanya makhluk Tuhan 

yang punya hak hidup yang sama. 

Tentu saja prinsip ini sangat berbeda dengan yang diajarkan dalam Islam. 

Dalam Al-Quran, Allah mengajarkan bahwa derajat manusia berbeda-beda tergantung dari 

tingkat ketaqwaan mereka kepada-Nya. 

Allah berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa.”

(QS. al-Hujurat: 13)

Karena itulah, orang muslim jelas tidak sama dengan orang kafir. 

Dalam al-Quran, Allah menyebut orang muslim yang beramal soleh dengan 

khoirul bariyah (sebaik-baik makhluk). 

Sementara orang non muslim disebut dengan syarrul bariyah (makhluk yang buruk).

Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ . إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik 

(akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. 

Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah  
sebaik-baik makhluk. (QS. al-Bayyinah: 6-7).

Islam tidak mengajarkan rasis. Karena standarnya kembali kepada kedekatan dia 

kepada Tuhan, bukan kepada latar belakang suku dan ras. 

Siapapun yang muslim, apapun latar belakangnya, warna kulitnya, bentuk fisiknya, dst, 

mereka orang yang baik di hadapan Tuhannya.

Ini sangat berbeda dengan prinsip yang diajarkan dalam agama Yahudi. 

Siapapun orang gentile dianggap hina. 

Maksud gentile adalah mereka yang bukan keturunan bani Israil. 

Sekalipun Yahudi itu jahat, mereka lebih dihormati dari pada non Yahudi yang baik. 

Karena penilaian mereka dibangun berdasarkan pemahaman rasis.


Kafir yang Adil atau Muslim yang Dzalim?

Keadilan memang landasan yang paling penting dalam sebuah pemerintahan, 

namun siapa bilang hanya orang kafir yang memilikinya? 

Kondisi yang sangat mustahil, ketika masyarakat muslim seantero jakarta kalah adil 

dengan 1 orang kafir. 

Logika mana yang bisa menjelaskan hal ini?? 

Kalimat ini diangkat penuh dengan muatan kepentingan.

Dan hakekatnya ini pengelabuhan. Seolah si calon kafir ini sosok yang adil. 

Siapa yang menilai? 

Jika itu dinyatakan oleh tim suksesnya, wajar saja, karena mereka dijanjikan mendapat 

cipratannya. 

Masalah pencitraan media, memang sejak dulu media liberal selalu memihak si kafir. 

Jelas penilaian yang sarat dengan kepentingan..

Pernyataan bahwa “Pemimpin kafir yang adil lebihi baik dari pada pemimpin 

muslim yang dzalim” ini kalimat racun yang dihembuskan orang syiah untuk 

memberi kesempatan bagi orang kafir untuk menguasai kaum muslimin.

Kita simak pengakuan Dr. Thaha Dailami – da’i di Baghdad – Iraq, 

saksi sejarah Invansi Amerika ke Iraq –,

Bahwa manusia yang paling berperan dalam invansi USA di Iraq adalah orang syiah

Karena mereka punya kepentingan untuk menggusir muslim ahlus sunah.

Dalam artikelnya, Dr. Thaha Dailami menuturkan,

والملاحظ تاريخياً وواقعياً أن الشيعة – كلما هدد البلاد خطر خارجي، أوسعوا هم إلى استقدامه – يبدأون بإشاعة مقولة خطيرة، ونشرها بين الناس تنص على أن: (الكافر العادل خير من المسلم الجائر). وقد انتشرت هذه المقولة أيام التهديدات الأمريكية قبيل غزو العراق

Catatan sejarah dan realita, bahwa syi’ah – ketika negara mendapat ancaman dari luar –

mereka (syiah) adalah manusia yang berusaha menyambut baik kehadirannya. 

Mereka awali dengan menyebarkan kalimat motivasi yang berbahaya. 

Mereka sebarkan di tengah masyarakat pernyataan,

الكافر العادل خير من المسلم الجائر

“Kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang dzalim.”

Mereka sebarkan pernyataan ini pada masa invansi amerika sebelum perang Iraq. 

(at-Tasyayyu’ wa Qabiliyah al-Isti’mar – bagian 1).

Dan ternyata ini sambungan dari sejarah syiah sejak masa silam. 

Sekitar tahun 656 H, bani Abbasiyah yang berdikari di Baghdad, 

tepatnya di masa Khalifah al-Musta’shim Billah, runtuh di tangan bangsa Mongol. 

Peran terbesarnya karena pengkhianatan yang dilakukan perdana menteri Ibnul Alqami, 

orang syiah rafidhah.

Tatkala pasukan Mongol mengepung benteng Kota Baghdad pada tanggal 

12 Muharram 656 H, mulailah perdana menteri Ibnul Alqami menunjukkan 

pengkhianatannya. 

Dia orang yang pertama kali menemui pasukan Mongol, bersama keluarga, pembantu, 

dan pengikutnya menemui Hulaghu Khan untuk meminta perlindungan. 

Kemudain dia kembali ke Baghdad lalu membujuk Khalifah agar keluar bersamanya 

untuk menemui Hulaghu Khan dengan usulan, hasil devisa dibagi, 

setengah untuk Khalifah dan setengah untuk Hulaghu.

Berangkatlah Khalifah bersama para qadhi, ahli fiqh, kaum sufi, tokoh-tokoh negara, 

masyarakat dan petinggi-petinggi negara dengan 700 pengendara. 

Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaghu mereka ditahan oleh pasukan Mongol 

dan tidak diizinkan bertemu Hulaghu kecuali Khalifah bersama 17 orang saja. 

Mereka dengan mudah diteror, diancam, diintimidasi dan dipaksa agar menyetujui 

apa yang diinginkan Hulaghu.

Kemudian Khalifah kembali ke Baghdad bersama Ibnu al-Alqami dan 

Nashiruddin ath-Thusi yang sama-sama syiah

Di bawah rasa takut dan tekanan yang hebat, Khalifah pun mengeluarkan emas, 

perak, perhiasan, peramata, dan barang-barang berharga lainnya yang 

jumlahnya sangat banyak untuk diserahkan kepada Hulaghu. 

Akan tetapi sebelumnya, Ibnu al-Alqami bersama bersama Nashriuddin ath-Thusi 

sudah membisiki Hulaghu agar tidak menerima tawaran perdamaian dari Khalifah. 

Mereka pun mendorong Hulaghu agar menghabisi Khalifah.

Tatkala Khalifah kembali dengan membawa barang-barang yang banyak, 

Hulaghu justru menginstruksikan agar mengeksekusi Khalifah. 

Maka pada hari Rabu tanggal 14 Shafar terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim Billahi.

Bersamaan dengan gugurnya Khalifah, pasukan Mongol pun menyerbu masuk ke Baghdad 

tanpa perlawanan yang berarti. 

Dengan demikian, jatuhlah Baghdad di tangan pasukan Mongol. 

Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas kala itu adalah 2 juta jiwa. 

Tak ada yang selamat keucali Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang meminta 

perlindungan kepada pasukan Mongol atau berlindung di rumah Ibnu al-Alqami 

serta para konglomerat yang membagi-bagikan harta mereka kepada pasukan 

Mongol dengan jaminan keamanan pribadi..! (KisahMuslim.com)

Untuk menyambut Hulaghu Khan sebagai penguasa Baghdad yang kedua, 

mereka menyebarkan kaliat di atas,

الكافر العادل خير من المسلم الجائر

“Kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang dzalim.”

Yang menyebarkan motivasi ini seorang tokoh syiah bernama Ibnu Tahwus.

Dalam catatan sejarah tokoh Syiah, Ibnu Thaqthaqi dinyatakan,

أن ابن طاووس أصدر فتوى لهولاكو بتفضيل الكافر العادل على المسلم الجائر

“Bahwa Ibnu Thawus menerbitkan fatwa untuk mendukung Hulaghu Khan, 

 dengan lebih mengedepankan orang kafir yang adil dari pada muslim yang dzalim.” 

(al-Fakhri fil Adab as-Sulthaniyah, hlm. 17).

Mengingat Syiah itu tukang dusta, dengan mudah mereka menyebut itu pernyataan 

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. 

Meskipun sahabat Ali berlepas tangan dari semua klaim mereka. 

Anda bisa pelajari: Doktrin Aliran Syiah yang Paling Berbahaya


Mengapa syiah Membantu Orang Kafir?

Anda tidak perlu heran, karena syiah, saudara Yahudi dan pembela orang kafir. 

Banyak pengkhianatan yang dilakukan orang syiah untuk membela orang kafir.

Ahmad Nua’imi – mantan syiah yang dieksekusi mati – membuat syair, 

membongkar pengkhianatan syi’ah sepanjang sejarah, 

(dalam kurung adalah jawabannya),

من الذي غدر بالخليفة العباسي الراضي بالله؟  البويهيون (شيعة)

Siapa yang mengkhiyanati khalifah Abbasiyah Al-Radhi billah? Kaum Buwaihy (syi’ah)

من الذي مكن للتتار دخول بغداد؟  ابن   العلقمي (شيعة)

Siapa yang membuka jalan bagi bangsa Tatar masuk ke Baghdad? Ibnu Al-Alqamy (Syi’ah)

من الذي كان يزين لهولاكو سوء أعماله؟ نصير الطوسي (شيعي)

Siapa yang menganggap baik tindakan Hulagu Khan? Naseer Ath-Thusy (Syi’ah)

من الذي أعان التتار في هجومهم على الشام؟ (شيعة)

Siapa yang membantu Tatar dalam penyerbuannya ke Syam? (Syi’ah)

من الذي حالف الفرنجة ضد المسلمين؟  الفاطميون  (شيعة)

Siapakah yang bersekutu dengan prancis melawan kaum muslimin? 

Negara Fathimiyyah (Syi’ah)

من الذي غدر بالسلطان السلجوقي؟ طغرل بك البساسيري (شيعة)

Siapa yang mengkhianati kesulthanan Seljuk Raya? Tugril Bek al-Basasiri (Orang Syi’ah)

من الذي أعان الصليبيين على الاستيلاء على بيت المقدس؟ أحمد بن عطاء (شيعة)

Siapa yang membantu kaum salib menguasai Baitul Maqdis? Ahmad bin Atha’ (Syi’ah)

من الذي دبر لقتل صلاح الدين؟  كنز الدولة (شيعة)

Siapa yang mendalangi pembunuhan Sulthan Shalahuddin Al-Ayyuby? Kanzud daulah 

(Syi’ah)

من الذي استقبل هولاكو بالشام؟  كمال   الدين بن بدر التفليسي (شيعة)

Siapa yang menyambut kedatangan Hulagu Khan di Syam? Kamaluddin bin badr 

Ath-Taflisy (Syi’ah)

من الذي سرق الحجر الأسود وقتل الحجيج في الحرم؟ أبو طاهر القرمطي (شيعة)

Siapakah yang mencuri Hajar Aswad dan membantai jama’ah haji di Masjidil Haram? Abu 

Thahir Al-Qarmathy (Syi’ah)

من الذي ساعد محمد علي في هجومه على الشام؟ (الشيعة)

Siapa yang membantu Muhammad Aly dalam penyerangannya terhadap Syam? (Syi’ah)

من الذي ساعد نابليون في هجومه على الشام؟ (الشيعة)

Siapa yang membantu Napoleon Bonaparte dalam penyerangannya terhadap Syam? 

(Syi’ah)

وحديثاً….

Dan terkini

من الذي يهاجم المراكز الإسلامية باليمن؟  الحوثيون (شيعة)

Siapa yang menyerang Markaz-Markaz Islamiyah di yaman? Kaum Hutsi (Syi’ah)

من الذي بارك الغزو الأمريكي لبلاد العراق؟  السيستاني والحكيم (شيعة)

Siapa yang memberkati invasi Amerika atas Syam? As-Sistany & Al-Hakim (Syi’ah)

من الذي بارك الغزو الصليبي لبلاد أفغانستان؟ إيران (شيعة)

Siapa yang mengapresisi invasi salibis atas Afghanistan? Iran (Syi’ah)

Semoga Allah menyelamatkan kita konspirasi orang kafir dan kaum syiah. Amin..

Kamis, 17 Maret 2016

Memegang Tangan Istri, Menggugurkan Dosa?



Tanya:

Benarkan ketika suami memandang istri dan istri memandang suami maka Allah akan 

melimpahkan rahmat untuk mereka berdua. Dan ketika mereka berpegangan tangan maka 

dosa-dosanya berguguran.??


Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Terdapat hadis yang menyatakan,

إن الرجل إذا نظر إلى امرأته ونظرت إليه نظر الله إليهما نظرة رحمة فإذا أخذ بكفها تساقطت ذنوبهما من خلال أصابعهما

Apabila seorang suami memanang istrinya dan istrinya memandang suaminya maka Allah 

akan memandanga keduanya dengan pandangan rahmat (kasih sayang). Dan jika suami 

memegang tangan istrinya maka dosa keduanya akan berguguran dari celah jari-jarinya.


Status Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh ar-Rafi’i dalam kitab Tarikhnya (2/47), dari jalur Masirah bin Ali 

dalam bukunya yang menyebutkan daftar gurunya. Sanad yang dibawakan Masirah:

Dari Husain bin Muadz al-Khurasani, dari Ismail bin Yahya at-Tamimi, 

dari Mis’ar bin Kidam, dari al-Aufi, dari Abu Said al-Khudri, secara marfu’.

Dalam silsilah ad-Dhaifah dinyatakan,

وهذا موضوع ؛ آفته التيمي هذا ؛ كان يضع الأحاديث وله أباطيل وبلايا تقدم بعضها والحسين بن معاذ قريب منه ؛ قال الخطيب :
“ليس بثقة ، حديثه موضوع” .

Hadis ini palsu. Cacatnya adalah Ismail bin Yahya at-Tamimi. Dia suka memalsukan 

banyak hadis, dan suka menyebarkan kebatilan dan keanehan. 

 Sementara Husain bin Muadz, tidak jauh darinya. Kata al-Khatib tentang Husain bin 

Muadz: “Bukan perawi terpercaya, hadisnya palsu.” (Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 7/275)

Kesimpulannnya, hadis ini adalah hadis yang palsu, sehingga tidak boleh kita dinyatakan 

sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara masalah pahala dan dosa 

tidak ada yang tahu kecuali Allah, maka janji penghapusan dosa dalam hadis di atas, tidak 

bisa kita pastikan kebenarannya.


Motivasi Kerukunan dalam Rumah Tangga

Islam sangat memotivasi untuk membangun kerukunan dalam rumah tangga. Di sana 

terdapat banyak dalil dari al-Quran maupun sunah, yang mengajak masyarakat untuk 

membangun kerukunan dalam rumah tangga mereka. 

Sehingga semua sikap baik yang diberikan oleh suami kepada istrinya, dan layanan yang 

dilakukan istri kepada suaminya, akan bernilai pahala, jika diniatkan dalam rangka 

mengamalkan perintah Allah. Sehingga kita tidak butuh hadis dhaif, apalagi palsu untuk 

membangun motivasi itu.


Dalam al-Quran, Allah mengajarkan kepada suami untuk bersikap sebaik munkin terhadap 

istrinya.

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Pergalilah mereka (istrimu) dengan cara sepatutnya. Kemudian bila kamu tidak menyukai 

mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah 

menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa: 19).


Dengan semagat yang sama, islam juga memotivasi istri untuk taat kepada suami. 

Menjaga kehormatan dan semua rahasia rumah tangga suaminya.

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Sebab itu, wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri ketika 

suaminya tidak ada, sesuai yang Allah perintahkan untuk mereka jaga. (QS. an-Nisa’: 34)

Demikian pula, mereka dimotivasi untuk menciptakan suasana saling mencintai. 

Seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para istrinya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,

قَلَّ يَوْمٌ – إِلاَّ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدْخُلُ عَلَى نِسَائِهِ فَيَدْنُو مِنْ كُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ فِى مَجْلِسِهِ فَيُقَبِّلُ وَيَمَسُّ مِنْ غَيْرِ مَسِيسٍ وَلاَ مُبَاشَرَةٍ. قَالَتْ ثُمَّ يَبِيتُ عِنْدَ الَّتِى هُوَ يَوْمُهَا

“Jarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan rutinitas menemui istri-istrinya, 

lalu mendekat ke mereka, mencium mereka, membelai mereka tanpa hubungan badan dan 

bercumbu. Kemudian beliau tidur di rumah istri yang menjadi gilirannya. (HR. Daruquthni 

3781).

Dengan hanya mencukupkan diri pada yang halal, semoga bisa meredam nafsu sehingga 

tidak menginginkan yang haram.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sabtu, 05 Maret 2016

Berjilbab Bukan Hanya Sebuah Identitas



Saudariku…
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. 


Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. 

Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. 

Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. 

Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.

Saudariku…
 

Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai. 

Dan salah satu bukti cinta Islam kepada kita –kaum wanita– adalah perintah untuk berjilbab. 

Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu. 

Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” 

Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah jilbab. 

Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu agar segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudarimu yang menginginkan agar jilbabmu itu segera kau kenakan. 

Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?


Mengapa Harus Berjilbab?

Mungkin aku harus kembali mengingatkanmu tentang alasan penting kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan perintah jilbab kepada kita –kaum Hawa- dan bukan kepada kaum Adam. 

Saudariku, jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutupi perhiasan dan keindahan dirimu, agar dia tidak dinikmati oleh sembarang orang. 

Ingatkah engkau ketika engkau membeli pakaian di pertokoan, mula-mula engkau melihatnya, memegangnya, mencobanya, lalu ketika kau jatuh cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada pemilik toko untuk memberikanmu pakaian serupa yang masih baru dalam segel. 

Kenapa demikian? 

Karena engkau ingin mengenakan pakaian yang baru, bersih dan belum tersentuh oleh tangan-tangan orang lain. 

Jika demikian sikapmu pada pakaian yang hendak engkau beli, maka bagaimana sikapmu pada dirimu sendiri? 

Tentu engkau akan lebih memantapkan ‘segel’nya, agar dia tetap ber’nilai jual’ tinggi, bukankah demikian? 

Saudariku, izinkan aku sedikit mengingatkanmu pada firman Rabb kita ‘Azza wa Jalla berikut ini,

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.'” (Qs. An-Nuur: 31)

Dan firman-Nya,
 

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)

Saudariku tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab kepada kita tanpa ada hikmah dibalik semuanya. 

Allah telah mensyari’atkan jilbab atas kaum wanita, karena Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari masyarakat. 

Allah menjadikan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari berbagai “virus” ganas yang merajalela di luar sana. 

Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,

Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.”

  (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. 

Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. 

Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam

Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. 

Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?


“Aku Belum Berjilbab, Karena…”
1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”

Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? 

Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. 

Engkau telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. 

Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. 

Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah ini. 

Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak berjilbab. 

Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. 

Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?

2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”

Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

 Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik. 

Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang fasik. 

Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. 

Dan jika engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”

Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? 

Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? 

Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)

“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla? 

Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? 

Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? 

Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. 

Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia bertambah jauh. 

Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati? 

Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. 

Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…

4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”

Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna kusam. 

Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. 

Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang tidak memiliki kehidupan). 

Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. 

Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. 

Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh secara umum. 

Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. 

Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. 

Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. 

Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. 

Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)

5. “Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”

Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? 

Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan. 

Bagaimana engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya? 

Jika benar dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. 

Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. 

Dia akan lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. 

Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!

Maka, jika datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. 

Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. 

Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?

6. “Pakai jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti aku dipecat dari pekerjaan.”

Saudariku… Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. 

Akan tetapi, Islam membatasi segala hal yang dapat membahayakan seorang wanita dalam melakukan aktivitasnya baik dari sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya. 

Jilbab yang menjadi salah satu syari’at Islam adalah sebuah penghargaan sekaligus perlindungan bagi kaum wanita, terutama jika dia hendak melakukan aktivitas di luar rumahnya. 

Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa jilbab justru akan mendatangkan petaka yang seharusnya dapat engkau hindari. 

Alih-alih mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu demi setumpuk materi.

Tahukah engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki? 

Bukankah Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang sedikitpun? 

Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya bergantung kepada kemurahan Allah?

Apakah jika engkau lebih memilih untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? 

Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan mengadzabmu akibat kedurhakaanmu itu? 

Pikirkanlah saudariku… Pikirkanlah hal ini baik-baik!

7. “Jilbab itu bikin gerah, dan aku tidak kuat kepanasan.”

Saudariku… Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jika engkau masih belum mau untuk berjilbab. 

Sungguh, dia tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman Allah yang berbunyi,

“Katakanlah: ‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.'” (Qs. At-Taubah: 81)

Dan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,

“Sesungguhnya api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar) enam puluh sembilan kali lipat (bagian).”

 [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami‘ (no. 6742), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Manakah yang lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah panasnya Neraka di akhirat nanti? 

Tentu engkau bisa menimbangnya sendiri…

8. “Jilbab itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”

Duhai saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu. 

Engkau menafikan jilbab dari cakupan akhlak mulia, padahal sudah jelas bahwa jilbab adalah salah satu bentuk perwujudan akhlak mulia. 

Jika tidak, maka Allah tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, karena dia tidak termasuk ke dalam akhlak mulia.

Pikirkanlah olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk? 

Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan dan mengandung manfaat yang sangat besar? 

Jika engkau menjawab tidak ada, maka dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah setuju bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak akhlak mulia yang harus kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?

Ketahuilah olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan membuat Rabb-mu menjadi cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan perkara yang diharamkan oleh-Nya.
 [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]

9. “Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”

Saudariku… Hidayah Allah tidak akan datang begitu saja, tanpa engkau melakukan apa-apa. Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab datangnya hidayah tersebut.

Ketahuilah bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut taufiq

Hidayatul bayan adalah bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di dalamnya terdapat campur tangan manusia. 

Adapun hidayatut taufiq adalah sepenuhnya hak Allah. 

Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang diberikan Allah kepada hati seseorang agar tetap dalam kebenaran. 

Dan hidayah ini akan datang setelah hidayatul bayan dilakukan.

Janganlah engkau jual kebahagiaanmu yang abadi dalam Surga kelak dengan dunia yang fana ini. 

Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu. 

Tempuhlah usaha itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah aku petunjuk dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

bersambung ....